Langsung ke konten utama

Postingan

5 Alasan Pentol Poltek Terlalu OP Dalam Persaingan Pentol: Dianalisis Menggunakan Teori Interaksi Simbolik

Sore di Pentol Poltek Makassar – Di antara banyaknya jajanan pentol di Makassar, Pentol Poltek bukan sekadar laris, ia jadi legenda. Bukan karena marketing besar-besaran, bukan pula karena waralaba. Tapi karena makna sosial yang melekat di balik gerobaknya. Jika ditilik dari perspektif teori Interaksi Simbolik , pentol ini tak hanya jadi makanan, tapi simbol hubungan, nilai, dan identitas bersama mahasiswa Unhas dan Poltek . Teori interaksi simbolik, dikembangkan oleh Herbert Blumer dari pemikiran George Herbert Mead, menekankan bahwa manusia memberi makna pada objek, tindakan, dan situasi berdasarkan interaksi sosial. Dalam konteks ini, Pentol Poltek adalah lebih dari jajanan, ia adalah simbol yang terus dimaknai ulang melalui interaksi mahasiswa dengannya . Berikut lima alasan mengapa Pentol Poltek begitu "OP" (overpowered) dalam ekosistem perpentolan, jika dianalisis lewat teori ini: 1. Pentol sebagai Simbol Identitas Kolektif Mahasiswa Menurut interaksi simbolik, makna...

Menulis Ulang Skripsi Saja Mual, Kok ada Orang Mau Tulis Ulang Sejarah?

Olah gambar Pinterest Ketika Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut perdebatan publik terkait rencana penulisan ulang sejarah sebagai "pepesan kosong", banyak pihak terkejut. Pernyataan ini dianggap meremehkan kekhawatiran masyarakat, dan mencerminkan kecenderungan menutup ruang dialog dalam isu yang seharusnya inklusif. tidak melibatkan publik, dan dijalankan oleh segelintir elite politik—bukankah justru berisiko mengaburkan fakta, alih-alih meluruskannya? Dalam negara demokratis, terutama saat menyentuh isu sejarah—yang menjadi identitas kolektif bangsa—diskusi terbuka justru sangat penting. Sejarah bukan milik negara atau kekuasaan tertentu, melainkan milik rakyat secara keseluruhan. Maka, proyek penulisan ulang sejarah Indonesia seharusnya menjadi ruang kerja kolaboratif lintas disiplin dan generasi. Penulisan sejarah bisa diterima jika bertujuan meluruskan narasi yang timpang atau menghadirkan suara-suara yang sebelumnya terpinggirkan. Namun jika dilakukan secara tertu...

Pendidikan Tinggi ≠ Panai’ Tinggi: Citanya Perempuan S2 itu Cinta yang Setara

  Hanun dan Siti Nurul S2 Oleh: Siti Nurul Makassar – Di sela tumpukan jurnal dan lembar presentasi, aku dan Hanun kadang duduk berdua di sudut kantin kampus, membicarakan topik yang sama berulang kali: bagaimana pendidikan tinggi yang kami kejar ternyata tidak selalu membawa kami ke tempat yang diinginkan—terutama dalam urusan relasi. Bukan soal gelar. Tapi soal pandangan orang. “Sudah S2, jadi pasti panai’ tinggi, ya?” adalah kalimat yang lebih sering kami dengar dibanding, “Wah, keren ya lanjut studi!” Seolah pendidikan bukan untuk tumbuh, tapi untuk menaikkan ‘harga’ dalam proses perjodohan. Seolah kami adalah barang, dan gelar kami adalah label harga. Kami Hanya Ingin Belajar Kami masuk program magister bukan untuk gengsi. Aku ingin jadi pengajar di kampus. Hanun ingin membangun lembaga riset perempuan di desanya di Bone. Tapi jalan ke sana tidak selalu mulus, terutama jika dihadapkan pada tekanan sosial. “Saya pernah dekat dengan seseorang,” cerita Hanun suatu hari. “Ta...

Jam Terbang Tinggi, Jam Tidur Minim: Tantangan Pekerja Bandara yang Lanjut Studi

Resta di Tower ATC Raga di Kampus, Jiwa di Tower —  Kisah Resta Arga Santosa Makassar - Bagi sebagian orang, kuliah pascasarjana adalah fase naik kelas dalam karier. Tapi bagi Resta Arga Santosa , kuliah S2 justru terasa seperti menerbangkan dua pesawat sekaligus. satu bernama pekerjaan, satu lagi bernama pendidikan. Keduanya butuh konsentrasi penuh, namun waktu hanya 24 jam. Resta bukan mahasiswa biasa. Ia adalah petugas Air Traffic Controller (ATC) di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, salah satu profesi paling menegangkan di dunia penerbangan. Setiap hari, ia bertugas di menara pengawas (tower), memastikan puluhan pesawat bisa lepas landas dan mendarat dengan selamat. Jadwalnya tidak pasti, shift bergantian, dan kesalahan sekecil apa pun bisa berdampak besar. Namun, di tengah pekerjaan yang penuh tekanan itu, Resta mengambil keputusan besar: melanjutkan studi S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin . Bukan untuk gaya-gayaan. Ia ingin memperluas wawasan, memperdalam ca...

Sulitnya Cari Outfit dan Pose Itu-Itu Saja, Langkanya Foto Angkatan Jadi Istimewa

  Foto angkatan S2 Komunikasi Unhas S2 Ilmu Komunikasi Unhas Angkatan 2024 (1), Semester Akhir Abadikan Momen Langka Bersama Makassar – Ada yang menyetrika kemeja sejak malam sebelumnya, ada yang baru pinjam kemeja putih saat di kampus. Di antara berbagai kesibukan akademik dan pekerjaan, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin akhirnya berkumpul lengkap dalam satu momen langka: foto angkatan . Diambil pada penghujung semester kedua, sesi foto ini menjadi salah satu dari sedikit waktu di mana seluruh mahasiswa angkatan 2023/2024 bisa berkumpul secara langsung. Mengingat masa studi yang hanya berlangsung dua semester dengan jadwal yang padat dan pertemuan yang jarang, sesi ini menjadi momen yang tidak sekadar simbolis, tapi juga emosional. Dibalik Seragam yang Tak Seragam Panitia telah menentukan warna pakaian: atasan beige dan bawahan putih. Namun rupanya, menentukan seragam tidak semudah menyebutkan warna. “Beige itu definisinya bisa beda-beda. Ada yang terlalu ge...

Cobaan Berat Anak IT Bukan Bahasa Pemrograman, Tapi Bahas Cinta

Yuslan Komputer lagi urus codingan Di antara deretan kode Python, debug yang tak kunjung selesai, dan server yang suka ngambek tiba-tiba, ada satu hal yang selalu berhasil membuatku benar-benar crash: urusan cinta . Namaku Yuslan. Di kampus, teman-teman biasa memanggilku Ketum tapi lebih akrab  Yuslan Komputer . Bukan karena aku setengah mesin, tapi karena aku paling bisa diandalkan urusan komputer. Laptop hang? Panggil Yuslan. Butuh web AI langsung jadi? Yuslan siap. Jaringan kampus error? Tunggu apa lagi, panggil Yuslan. Namun, sekuat-kuatnya aku menaklukkan algoritma dan coding, satu hal selalu gagal kutaklukkan: bahasa cinta. Ketika Cinta Butuh Debugging Semester lalu, saya sempat "mau" mendekati dengan salah satu perempuan di cafe samping danau. sebut saja Ayu. Cantik, puitis, dan bisa membuat hatiku ‘runtime error’ hanya dengan senyuman. Tapi sayangnya, aku dan Ayu seperti hidup di dua dunia yang berbeda -  Dia bicara metafora kopi, saya jawab pakai logika,  Di...

Di Balik Senyum Mahasiswa Magister Komunikasi Unhas, Tersimpan Beban Publikasi Scopus

Sejak diberlakukannya regulasi baru dalam pendidikan tinggi, mahasiswa magister tak hanya dituntut untuk menyelesaikan tesis, tetapi juga harus mengonversi hasil riset mereka ke dalam bentuk publikasi internasional. Sebuah capaian prestisius, tentu. Namun bagi banyak mahasiswa, terutama yang belum akrab dengan dunia akademik global, ini menjadi tantangan yang penuh tekanan. "Menulis untuk jurnal Scopus itu seperti berlari maraton tanpa peta," Bukan cuma soal bahasa dan metodologi, tapi juga tekanan untuk harus accepted sebelum yudisium." Kegiatan workshop ini menjadi salah satu ikhtiar kolektif untuk menjembatani harapan dan kenyataan. Para dosen membuka ruang diskusi yang hangat, membimbing satu per satu mahasiswa agar tak tersesat dalam hutan rimba publikasi. Namun waktu terus berjalan, dan deadline semakin dekat. Di balik pose kompak dan senyum semangat dalam foto ini, ada lembur malam demi revisi, ada rasa minder membaca karya akademisi dunia, dan ada perjuangan suny...