![]() |
Yuslan Komputer lagi urus codingan |
Di antara deretan kode Python, debug yang tak kunjung selesai, dan server yang suka ngambek tiba-tiba, ada satu hal yang selalu berhasil membuatku benar-benar crash: urusan cinta.
Namaku Yuslan. Di kampus, teman-teman biasa memanggilku Ketum tapi lebih akrab Yuslan Komputer. Bukan karena aku setengah mesin, tapi karena aku paling bisa diandalkan urusan komputer. Laptop hang? Panggil Yuslan. Butuh web AI langsung jadi? Yuslan siap. Jaringan kampus error? Tunggu apa lagi, panggil Yuslan.
Namun, sekuat-kuatnya aku menaklukkan algoritma dan coding, satu hal selalu gagal kutaklukkan: bahasa cinta.
Ketika Cinta Butuh Debugging
Semester lalu, saya sempat "mau" mendekati dengan salah satu perempuan di cafe samping danau. sebut saja Ayu. Cantik, puitis, dan bisa membuat hatiku ‘runtime error’ hanya dengan senyuman.
Tapi sayangnya, aku dan Ayu seperti hidup di dua dunia yang berbeda - Dia bicara metafora kopi, saya jawab pakai logika, Dia tanya, "Apa arti cinta bagimu?" saya jawab, "Cinta itu seperti pointer, kalau nggak hati-hati bisa jadi segfault. Dia kirim puisi, saya balas dengan link GitHub.Lama-lama dia menjauh. Katanya, “Kamu baik, tapi terlalu kaku. saya butuh yang bisa mendengarkan, bukan menjelaskan."
Aduh, Ayu. Aku bisa menjelaskan REST API, tapi tidak bisa memahami REST hati.
Cinta Bukan Soal Syntax
Sebagai anak IT, aku terbiasa mencari solusi. Kalau error, cari stackoverflow. Kalau gagal, coba lagi. Tapi cinta? Tidak ada dokumentasinya. Tidak ada command pasti. Setiap orang punya versinya sendiri.
Kadang saya mikir, seandainya cinta bisa diprogram, mungkin aku bisa bikin modulnya.
Belajar Bahasa Baru: Bahasa Perasaan
Sekarang, saya masih Yuslan Komputer tapi sedikit berubah. Aku mulai belajar membaca sinyal bukan hanya dari WiFi, tapi juga dari ekspresi wajah. Mulai belajar ‘listening’ bukan hanya untuk audio, tapi untuk memahami.
Teman-teman sering bercanda, “Yuslan bisa coding, tapi gagal decoding hati cewek.” Ya, aku terima. Karena aku tahu, belajar cinta itu proses. Seperti ngoding: banyak error, tapi bisa diperbaiki.
Jadi buat kalian, para anak IT yang jago ngoding tapi kaku saat gebetan ngajak ngobrol, ingatlah: kadang cobaan hidup bukan berasal dari syntax error, tapi dari pesan yang cuma dibaca centang biru tapi nggak dibalas.
Tenang, kita semua sedang belajar dari error menjadi versi terbaik.
Penulis: La Ode Muhammad Yuslan
Editor: Firmansyah Atjo
Komentar