Ilustrasi aktivitas lari di GBK |
Buat kamu yang hobi motret dan bisa bangun pagi, jadi fotografer lari di acara Car Free Day (CFD) bisa jadi peluang cuan. tidak cuma soal foto-foto estetik pelari yang bisa dijual, tapi juga tentang interaksi yang unik antara kamera dan komunitas. Tapi di balik peluang ini, ada hal penting yang kadang luput dibahas: soal etika dan privasi pelari.
Beberapa tahun terakhir, tren fotografer lari makin ramai, terutama di Jakarta atau Makassar. Spot seperti GBK dan sepanjang jalur CFD jadi “lapak” rutin para fotografer dadakan maupun profesional. Cukup bermodal kamera dan semangat bangun pagi, kamu sudah bisa mulai. Harga foto? Bisa tembus Rp30 ribu-Rp100 ribu per jepretan kalau hasilnya bagus. Cuan segelas kopi kekinian pun bisa langsung masuk dompet hanya dari satu klik shutter.
Kini, dengan adanya aplikasi seperti Fotoyu, semuanya jadi makin mudah. Fotografer cukup unggah foto ke platform, sementara pelari tinggal scan wajah dan cari foto mereka sendiri. Kalau cocok, tinggal checkout dan bayar. Win-win? Nggak sepenuhnya.
Di Balik Lensa: Masalah Privasi yang Sering Terabaikan
Meski kelihatan sederhana, memotret orang, apalagi tanpa izin, punya implikasi etis. Di ruang publik seperti CFD, memang tidak ada larangan eksplisit untuk mengambil foto. Tapi, apakah wajar jika wajah seseorang diabadikan, dijual, dan disebarkan tanpa sepengetahuannya?
Beberapa pelari mengaku merasa tidak nyaman ketika tahu wajah mereka muncul di platform atau akun media sosial tanpa izin. Apalagi kalau foto tersebut diambil dalam kondisi yang dianggap kurang representatif atau bahkan memalukan.
Sebagai fotografer warga, penting untuk menjaga batas. Mengambil foto boleh saja, tapi sebaiknya ada niat untuk menghormati. Misalnya dengan memberikan tanda atau komunikasi sebelum dan sesudah pemotretan, atau menawarkan opsi agar pelari bisa menolak fotonya diunggah ke platform publik.
Etika dan Edukasi Digital: Kewajiban Bersama
Urbanpost percaya, jurnalisme warga harus mengedepankan nilai-nilai etis dalam setiap praktiknya. Profesi fotografer lari pun bagian dari ekosistem ini. Maka, sambil kita terus mendukung ruang kreatif seperti Fotoyu dan media sosial lainnya, edukasi tentang hak privasi juga harus jalan bareng.
Kamera memang bisa menangkap momen. Tapi jangan sampai lensa kita melanggar kenyamanan orang lain.
Komentar