Langsung ke konten utama

5 Alasan Pentol Poltek Terlalu OP Dalam Persaingan Pentol: Dianalisis Menggunakan Teori Interaksi Simbolik

Sore di Pentol Poltek


Makassar – Di antara banyaknya jajanan pentol di Makassar, Pentol Poltek bukan sekadar laris, ia jadi legenda. Bukan karena marketing besar-besaran, bukan pula karena waralaba. Tapi karena makna sosial yang melekat di balik gerobaknya. Jika ditilik dari perspektif teori Interaksi Simbolik, pentol ini tak hanya jadi makanan, tapi simbol hubungan, nilai, dan identitas bersama mahasiswa Unhas dan Poltek.

Teori interaksi simbolik, dikembangkan oleh Herbert Blumer dari pemikiran George Herbert Mead, menekankan bahwa manusia memberi makna pada objek, tindakan, dan situasi berdasarkan interaksi sosial. Dalam konteks ini, Pentol Poltek adalah lebih dari jajanan, ia adalah simbol yang terus dimaknai ulang melalui interaksi mahasiswa dengannya.

Berikut lima alasan mengapa Pentol Poltek begitu "OP" (overpowered) dalam ekosistem perpentolan, jika dianalisis lewat teori ini:

1. Pentol sebagai Simbol Identitas Kolektif Mahasiswa

Menurut interaksi simbolik, makna tidak melekat secara alami pada objek; ia terbentuk melalui interaksi. Di sini, Pentol Poltek menjadi simbol kolektif mahasiswa Unhas dan PNUP. Ketika seseorang bilang “beli pentol Poltek, deh”, itu bukan hanya ajakan makan, tapi juga menyiratkan: “Ayo, kita kembali ke tempat kita merasa jadi bagian dari kampus ini.”

Label “anak nyore tidak ke Poltek” seolah kurang lengkap kalau belum pernah coba pentol yang mangkal di halaman masjid itu.

2. Gerobak Stiker PSHT dan Lokasi sebagai Konteks Makna

Dalam teori ini, makna dipengaruhi konteks sosial. Letaknya yang berada di halaman masjid kampus memberi makna khusus. Lokasi itu menjadi ruang transisi antara aktivitas akademik dan ruang sosial nonformal. Mahasiswa datang tidak hanya karena lapar, tapi karena butuh tempat aman, nyaman, dan netral, setelah tekanan ruang kelas.

3. Tindakan Penjual = Simbol Nilai Sosial dan Iman

Mas Eko, sang penjual, memiliki praktik unik: meninggalkan gerobak saat salat tanpa rasa takut. Dalam interaksi simbolik, tindakan ini ditafsirkan sebagai simbol nilai kepercayaan dan integritas. Mahasiswa yang membeli pun masuk dalam “drama sosial” itu: mereka ikut menjaga, membayar dengan jujur, bahkan merasa malu jika bersikap curang.

Pentol Poltek, secara tidak langsung, menjadi simbol praktik dakwah non-verbal.

4. Ritual Konsumsi = Tindakan Sosial Bermakna

Makan pentol Poltek sepulang kuliah bukan sekadar tindakan konsumsi, tapi juga ritual sosial. Mahasiswa duduk bareng, saling curhat, bahkan membawa pulang cemilan bulat itu untuk oleh-oleh, Interaksi ini memperkuat makna pentol sebagai bagian dari pengalaman kuliah yang lebih besar dari sekadar “belajar di kelas.”

Dalam interaksi simbolik, ini disebut pembentukan makna melalui rutinitas.

5. Kenangan yang Dibawa Pulang: Simbol Afeksi dan Nostalgia

Banyak mahasiswa membawa pulang Pentol Poltek sebagai oleh-oleh. Tapi yang mereka bawa sebenarnya bukan cuma makanan—melainkan kenangan, rasa aman, dan identitas kampus. Dalam teori ini, objek menjadi simbol afektif. Ketika alumni mengenang masa kuliah, yang muncul bukan hanya dosen dan kelas, tapi juga rasa bumbu kacang dan suasana halaman masjid.

Pentol itu menjadi pengingat bahwa mereka pernah berada di tempat yang penuh interaksi sosial hangat.

Pentol, Simbol, dan Ikatan Sosial

Lewat kacamata interaksi simbolik, Pentol Poltek adalah studi kasus menarik tentang bagaimana makanan sederhana bisa menjelma jadi media komunikasi nilai, identitas, dan relasi sosial. Ia hidup karena makna yang terus dibentuk melalui interaksi harian, bukan karena branding atau kemasan modern.

Jadi, kalau kamu belum pernah makan Pentol Poltek, mungkin kamu belum masuk sepenuhnya ke dalam simbol budaya kampus Unhas. 


Penulis: Nur Octavia Dian Rahayu Ningsih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Terbang Tinggi, Jam Tidur Minim: Tantangan Pekerja Bandara yang Lanjut Studi

Resta di Tower ATC Raga di Kampus, Jiwa di Tower —  Kisah Resta Arga Santosa Makassar - Bagi sebagian orang, kuliah pascasarjana adalah fase naik kelas dalam karier. Tapi bagi Resta Arga Santosa , kuliah S2 justru terasa seperti menerbangkan dua pesawat sekaligus. satu bernama pekerjaan, satu lagi bernama pendidikan. Keduanya butuh konsentrasi penuh, namun waktu hanya 24 jam. Resta bukan mahasiswa biasa. Ia adalah petugas Air Traffic Controller (ATC) di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, salah satu profesi paling menegangkan di dunia penerbangan. Setiap hari, ia bertugas di menara pengawas (tower), memastikan puluhan pesawat bisa lepas landas dan mendarat dengan selamat. Jadwalnya tidak pasti, shift bergantian, dan kesalahan sekecil apa pun bisa berdampak besar. Namun, di tengah pekerjaan yang penuh tekanan itu, Resta mengambil keputusan besar: melanjutkan studi S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin . Bukan untuk gaya-gayaan. Ia ingin memperluas wawasan, memperdalam ca...

Sulitnya Cari Outfit dan Pose Itu-Itu Saja, Langkanya Foto Angkatan Jadi Istimewa

  Foto angkatan S2 Komunikasi Unhas S2 Ilmu Komunikasi Unhas Angkatan 2024 (1), Semester Akhir Abadikan Momen Langka Bersama Makassar – Ada yang menyetrika kemeja sejak malam sebelumnya, ada yang baru pinjam kemeja putih saat di kampus. Di antara berbagai kesibukan akademik dan pekerjaan, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin akhirnya berkumpul lengkap dalam satu momen langka: foto angkatan . Diambil pada penghujung semester kedua, sesi foto ini menjadi salah satu dari sedikit waktu di mana seluruh mahasiswa angkatan 2023/2024 bisa berkumpul secara langsung. Mengingat masa studi yang hanya berlangsung dua semester dengan jadwal yang padat dan pertemuan yang jarang, sesi ini menjadi momen yang tidak sekadar simbolis, tapi juga emosional. Dibalik Seragam yang Tak Seragam Panitia telah menentukan warna pakaian: atasan beige dan bawahan putih. Namun rupanya, menentukan seragam tidak semudah menyebutkan warna. “Beige itu definisinya bisa beda-beda. Ada yang terlalu ge...

Ujian Dihantam, Hujan Menghunjam: Misteri Proposal Bahas Makam Raja Majene

  Firman swafoto sebelum ujian, jadi misteri Makassar –  Tiba-Tiba Langit Gelap dan Pendahuluan Hilang Sebagian: Misteri Foto Sebelum Ujian Dimulai Ada banyak hal yang bisa bikin mahasiswa grogi sebelum ujian proposal: teori yang belum mantap, metode yang masih ragu, atau daftar pustaka yang entah di mana. Tapi bagi Firmasnyah , yang bikin dag-dig-dug bukan cuma itu, melainkan pendahuluan proposalnya yang cuma dua lembar. Firmasnyah, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin, baru saja menjalani ujian proposal dengan topik kajian komunikasi tentang makam raja di Majene. Topik yang unik, menarik, dan katanya bakal ‘sejarah bagus’. Tapi ternyata, sejarah bukan satu-satunya yang disorot penguji. Pendahuluan yang super ringkas justru jadi sasaran utama. “Dua lembar? Ini pendahuluan atau sekilas info?” celetuk salah satu penguji dengan nada setengah bercanda. Ruangan yang awalnya formal mendadak hangat karena semua ikut tersenyum, termasuk Firmasnyah yang menahan rasa...