Langsung ke konten utama

Uniknya Menjalani Long Distance (No) Relationship: Pikiran Sudah Berat, Malah Dipakai Latihan Beban

 

Agung olahraga beban


Makassar – Menjalani pendidikan sambil bekerja sudah cukup menantang bagi banyak orang. Tapi bagi Agung Dewantara (29), tantangannya bertambah satu lagi: urusan cinta yang long distance tapi ada no-nya, long distance (no) relationship.

“Iya, sebenarnya kami dekat. Tapi tidak tahu juga, makin jauh jarak, modal komitmen,” kata Agung sambil tertawa kecil dan mata berbinar. Kisah cintanya yang tarik ulur, belum berkembang secara utuh, kini modal notifikasi chat senangnya minta ampun, dan kenangan voice note yang tak pernah dihapus. “Mungkin kami jadi orang-orang kuat, mungkin juga perlu adaptasi seperti latihan beban,” tambahnya, tetap dengan nada bercanda.

S2, Bekerja, dan Bernapas Seperlunya

Agung adalah mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin, yang juga aktif bekerja di bidang marketing dan konten visual. Waktunya terbagi antara kelas, proyek kerja, dan tugas kampus yang menumpuk. Jadwalnya padat, dan pikirannya pun tak kalah sesak.

“Susahnya S2 sambil kerja itu bukan cuma di waktu, tapi juga di kepala. Deadline kerja dan tugas kuliah itu kayak rebutan tempat di otak,” katanya.

Dan ketika beban batin bertambah karena urusan cinta yang tidak menentu, Agung akhirnya menemukan pelariannya, bukan ke gunung atau ke laut, tapi ke gym. “Pikiran sudah berat, jadi sekalian saja angkat beban. Biar sekalian keringat yang keluar, bukan air mata,” ungkapnya sambil mengetik proposal.

Dari Dumbbell ke Damai Diri

Olahraga bagi Agung bukan cuma soal bentuk tubuh. Tapi lebih ke bentuk coping mechanism, cara mengelola stres yang mulai memadat. Setiap selesai kerja atau kelas sore, ia menyempatkan olahraga, kadang sendiri, kadang ditemani musik About You milik The 1975 di playlist.

“Kalau lagi angkat beban, itu kayak mengalihkan isi kepala. Yang tadinya mikir ‘kenapa dia tidak bales chat’, jadi mikir ‘ini barbel bisa saya angkat atau tidak’,” ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, rutinitas olahraga itu jadi bagian dari proses penyembuhan dan penerimaan. Cinta mungkin tak bisa diatur jaraknya, tapi setidaknya, reps dan set bisa dihitung dengan pasti. “Yang penting, saya bisa lihat progres. Badan mulai terbentuk, hati mulai terbiasa,” katanya.

Long Distance (No) Relationship: Status yang Tak Terdefinisi

Agung mengaku, kisah cintanya memang sulit diberi label. Jarak yang jauh, komunikasi yang perlu "novelty", mana rencana menemui jalan terjal dan berliku. Tapi ia memilih untuk tidak menyalahkan siapa-siapa.

Meski begitu, ia tidak menyesali apa pun. Justru dari hubungan yang menggantung itulah, ia belajar untuk lebih fokus pada diri sendiri. Ia kini lebih rajin membaca artikel ilmiah, rutin olahraga, dan mulai fokus menuju penyelesaian studi.

Menjadi Lebih Siap, Meski Ketemunya Entah Kapan

Saat ditanya bagaimana ending hubungannya nanti? Agung tersenyum tipis. “tidak tahu. yang jelas saya mau selesai studi segera, UKT mahal!”

Baginya, cinta tidak harus seperti di kepala orang lain, jalani saja. Dan. “Selama bisa berdamai dengan diri sendiri, hubungan kami bisa mengajarkan banyak hal,” katanya.

Untuk saat ini, Agung memilih menyibukkan diri dengan hal-hal yang pasti: deadline tugas, olahraga, dan mimpi-mimpi yang tak perlu disamakan dengan orang lain.


Penulis: Haeril Anwar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Terbang Tinggi, Jam Tidur Minim: Tantangan Pekerja Bandara yang Lanjut Studi

Resta di Tower ATC Raga di Kampus, Jiwa di Tower —  Kisah Resta Arga Santosa Makassar - Bagi sebagian orang, kuliah pascasarjana adalah fase naik kelas dalam karier. Tapi bagi Resta Arga Santosa , kuliah S2 justru terasa seperti menerbangkan dua pesawat sekaligus. satu bernama pekerjaan, satu lagi bernama pendidikan. Keduanya butuh konsentrasi penuh, namun waktu hanya 24 jam. Resta bukan mahasiswa biasa. Ia adalah petugas Air Traffic Controller (ATC) di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, salah satu profesi paling menegangkan di dunia penerbangan. Setiap hari, ia bertugas di menara pengawas (tower), memastikan puluhan pesawat bisa lepas landas dan mendarat dengan selamat. Jadwalnya tidak pasti, shift bergantian, dan kesalahan sekecil apa pun bisa berdampak besar. Namun, di tengah pekerjaan yang penuh tekanan itu, Resta mengambil keputusan besar: melanjutkan studi S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin . Bukan untuk gaya-gayaan. Ia ingin memperluas wawasan, memperdalam ca...

Sulitnya Cari Outfit dan Pose Itu-Itu Saja, Langkanya Foto Angkatan Jadi Istimewa

  Foto angkatan S2 Komunikasi Unhas S2 Ilmu Komunikasi Unhas Angkatan 2024 (1), Semester Akhir Abadikan Momen Langka Bersama Makassar – Ada yang menyetrika kemeja sejak malam sebelumnya, ada yang baru pinjam kemeja putih saat di kampus. Di antara berbagai kesibukan akademik dan pekerjaan, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin akhirnya berkumpul lengkap dalam satu momen langka: foto angkatan . Diambil pada penghujung semester kedua, sesi foto ini menjadi salah satu dari sedikit waktu di mana seluruh mahasiswa angkatan 2023/2024 bisa berkumpul secara langsung. Mengingat masa studi yang hanya berlangsung dua semester dengan jadwal yang padat dan pertemuan yang jarang, sesi ini menjadi momen yang tidak sekadar simbolis, tapi juga emosional. Dibalik Seragam yang Tak Seragam Panitia telah menentukan warna pakaian: atasan beige dan bawahan putih. Namun rupanya, menentukan seragam tidak semudah menyebutkan warna. “Beige itu definisinya bisa beda-beda. Ada yang terlalu ge...

Ujian Dihantam, Hujan Menghunjam: Misteri Proposal Bahas Makam Raja Majene

  Firman swafoto sebelum ujian, jadi misteri Makassar –  Tiba-Tiba Langit Gelap dan Pendahuluan Hilang Sebagian: Misteri Foto Sebelum Ujian Dimulai Ada banyak hal yang bisa bikin mahasiswa grogi sebelum ujian proposal: teori yang belum mantap, metode yang masih ragu, atau daftar pustaka yang entah di mana. Tapi bagi Firmasnyah , yang bikin dag-dig-dug bukan cuma itu, melainkan pendahuluan proposalnya yang cuma dua lembar. Firmasnyah, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin, baru saja menjalani ujian proposal dengan topik kajian komunikasi tentang makam raja di Majene. Topik yang unik, menarik, dan katanya bakal ‘sejarah bagus’. Tapi ternyata, sejarah bukan satu-satunya yang disorot penguji. Pendahuluan yang super ringkas justru jadi sasaran utama. “Dua lembar? Ini pendahuluan atau sekilas info?” celetuk salah satu penguji dengan nada setengah bercanda. Ruangan yang awalnya formal mendadak hangat karena semua ikut tersenyum, termasuk Firmasnyah yang menahan rasa...