Makassar - Hari itu, wajah Alamsyah dan Hanun Dzikra tampak lega sekaligus lelah. Ujian proposal yang mereka persiapkan diam-diam selama berpekan-pekan lalu akhirnya rampung. Namun, seperti kebanyakan mahasiswa S2 lainnya, mereka belum bisa benar-benar bernapas lega. Revisi sudah menanti, tapi notifikasi Instagram juga ramai.
“Baru keluar ruang ujian, HP langsung rame. Ada story yang nge-tag, ada yang kasih ucapan, dan banyak yang minta foto bareng,” kata Hanun sambil tertawa. Sebagai ASN TVRI Sulsel yang terbiasa dengan deadline kerjaan tampak tenang, ia pun mengakui, “bikin caption ucapan terima kasih kadang lebih susah daripada bikin latar belakang proposal.”
Revisi dan Repost, Sama-Sama Mendesak
Alamsyah pun mengangguk setuju. ASN penyuluh di Sulawesi Barat itu mengalami dilema serupa. Di satu sisi, dosen penguji sudah memberi catatan revisi dengan penuh coretan; di sisi lain, ponselnya tak berhenti berbunyi karena ucapan selamat dari teman-teman dan mention di story IG yang harus segera direpost.
“Kayaknya sekarang urutan prioritas setelah proposal itu: revisi, repost, terus rebahan,” candanya. Tapi tentu, urusan repost pun harus disertai ucapan yang pas: ucapan syukur, terima kasih, dan emoji yang tidak terlalu lebay tapi tetap menyentuh.
Diam-Diam Serius, Ramai Setelah Lulus
Menariknya, baik Alamsyah maupun Hanun tergolong ‘senyap’ saat mempersiapkan proposal mereka. Tak ada unggahan proses begadang, tak ada story tumpukan jurnal, bahkan tak banyak cerita soal bimbingan dosen.
“Saya sengaja diam-diam saja, takut terlalu banyak ekspektasi dari teman-teman,” ujar Alamsyah. Hanun menimpali, “Biar surprise pas ujian, tiba-tiba muncul dengan proposal yang siap. tidak banyak cerita, tapi kerja terus.”
Kini setelah ujian selesai, justru keduanya mendadak jadi sorotan. Postingan foto bersama dosen penguji, buku biru proposal, hingga jalangkote dan cantik manis di meja sidang, semuanya menarik untuk. Momen serius disulap jadi bumbu akademik.
Penerima Beasiswa Komdigi, Harus Lebih Tanggung Jawab
Sebagai penerima beasiswa Komunikasi Digital (Komdigi), Alamsyah dan Hanun merasa ada tanggung jawab lebih dalam menyelesaikan studi. Tidak hanya harus tepat waktu, tapi juga menjaga kualitas akademik dan kontribusi profesional di tempat kerja masing-masing.
“Dapat beasiswa itu seperti diberi kepercayaan, jadi ya kita harus jaga,” kata Hanun. Ia mengaku mencoba membagi waktu sebaik mungkin antara pekerjaan sebagai bagian redaksi TVRI dan kuliah. Hal yang sama dilakukan Alamsyah yang aktif turun lapangan mendampingi masyarakat sebagai penyuluh Keluarga Berencana di Sulbar.
Revisi bagi mereka bukan sekadar kewajiban pasca ujian, tapi bagian dari proses untuk melatih konsistensi dan kedewasaan akademik. Meski begitu, bukan berarti tak boleh merayakan sedikit keberhasilan.
Setelah Revisi, Mari Repost dan Rehat Sejenak
Meski sempat bingung harus mulai dari revisi atau repost story lebih dulu, keduanya sepakat bahwa kebahagiaan kecil juga layak dirayakan. “Sesekali repost story itu bentuk terima kasih juga, kan,” ujar Hanun.
Sementara Alamsyah mengaku sudah menyimpan lagu khusus untuk story setelah ujian. “Biar story tidak tegang sekali. Revisi tetap dikerjakan, dan konten tetap asik.”
Di balik cerita itu, keduanya menjadi contoh bahwa mahasiswa S2 yang bekerja penuh waktu tetap bisa menyelesaikan tugas akademik dengan berusaha tenang meski kadang lebih pusing memilih caption yang tepat.
Karena setelah proposal, hidup memang tak langsung tenang. Tapi setidaknya, ada foto bagus, ucapan dari teman, dan semangat baru untuk menyelesaikan bab selanjutnya.
Penulis: Nur Fajri Hijriyani
Komentar