foto bersama Nur Fajri dan Hani setelah ujian proposal
Makassar – Biasanya, ujian proposal identik dengan kecemasan. Daftar pustaka dicek berkali-kali, rumusan masalah dihafal di luar kepala, dan presentasi dipoles semalam suntuk. Itulah yang juga dirasakan oleh Nur Fajri Hijriyani dan Hani Maghfirah, dua mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin yang baru saja menjalani seminar proposal mereka.
Ujian itu berlangsung serius, dengan deretan penguji yang teliti mengupas isi proposal mereka. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir deras, mulai dari teori yang digunakan, metodologi penelitian, hingga kesesuaian data. Kadang, penguji mengulang pertanyaan untuk memastikan bahwa calon peneliti benar-benar paham topik yang mereka angkat.
"Setelah lebih 10 tahun baru terasa deg-degannya seminar proposal, alhamdulillah." ungkap Nur Fajri, yang meneliti soal pola siaran TVRI. Sementara Hani, yang meneliti Tingkat pembaca di daerah Sulawesi Tengah, mengaku sempat kehilangan kata-kata saat penguji bertanya soal justifikasi teorinya. "Bukan tidak tahu, tapi kadang otak kosong gara-gara grogi," tambahnya sambil tertawa kecil.
Antara Gugup, Santai, dan Jalangkote
Di tengah suasana yang menegangkan, ada satu momen yang tak terduga. Di akhir setelah sesi tanya jawab, salah satu peserta, Agung namanya, melontarkan pertanyaan yang membuat seisi ruangan tertawa.
"Baik, teorinya sudah jelas, metodenya juga sudah dijelaskan. Sekarang saya cuma ingin tahu satu hal penting: di mana beli jalangkotenya?" tanyanya dengan wajah serius, tapi nada bercanda.
Jalangkote, gorengan khas Makassar yang selalu menjadi teman setia di setiap acara kampus, rupanya menjadi bintang kecil di meja sidang. Tanpa disadari, snack yang disediakan di sudut ruangan itu menarik perhatian para penguji dan peserta yang dari tadi serius mencatat dan bertanya.
"Lucu juga, ya. Setelah tanya teori dan variabel, malah jalangkote yang jadi highlight," kata Nur Fajri, mengenang momen tersebut. Bagi mereka berdua, candaan itu menjadi jeda yang menyelamatkan mereka dari ketegangan dan memberi warna di tengah ujian yang formal.
Ujian Proposal, Ujian Kesabaran
Proses ujian proposal memang bukan perkara mudah. Nur Fajri dan Hani harus menghadapi revisi, memperbaiki kerangka teori, dan kadang mengatur ulang fokus penelitian mereka. Tetapi mereka sepakat, proses ini adalah bagian penting dari perjalanan akademik mereka.
"Kalau nggak banyak pertanyaan, malah saya khawatir. Itu tandanya penguji serius membaca proposal kita," ujar Hani. Baginya, banyaknya pertanyaan justru jadi tanda bahwa topik yang dia angkat relevan dan layak dibahas lebih dalam.
Nur Fajri juga menganggap proses ujian proposal bukan akhir, tapi pintu masuk menuju riset yang sesungguhnya. "Ini baru pemanasan. Selanjutnya tinggal bagaimana kami turun lapangan dan menghadirkan data yang benar-benar kuat."
Jalangkote: Snack yang Jadi Ice Breaker
Siapa sangka, jalangkote yang sederhana itu mampu mencairkan suasana tegang di ruang sidang. Mungkin itulah keindahan dari cerita-cerita kecil di kampus: di balik formalitas, selalu ada momen hangat yang membuat proses belajar terasa manusiawi.
Dan ya, pertanyaan tentang di mana beli jalangkotenya mungkin terdengar sederhana, tapi kadang, justru pertanyaan ringan seperti itulah yang paling diingat.
"Setelah ujian, saya benar-benar menyimpan narahubung penjual jalangkote yang enak itu," tutup Hani, sambil tertawa lepas.
Komentar